Minggu, 27 April 2014

Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Kasus Gangguan Ekspresi Marah



I.     KONSEP DASAR PENYAKIT

 DEFINISI
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart Sundeen,1995)
Kemarahan (anger) adalah suatu emosi yang terentang mulai dari iritabilitas sampai agretivitas yang dialami oleh semua orang. Biasanya, kemarahan adalah reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan  atau mengancam (Widya Kusuma, 199; 2423)
Pengungkapan kemarahan yang langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk dapat mengerti pearasaan yang sebenarnya. Namun demikian, faktor budaya perlu dipertimbangkan sehingga keuntungan kedua belah pihak dapat tercapai.
Kemarahan yang ditekan atau puira-pura tidak marah akan mempersulit klien sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Banyak situasi kehidupan  yang menimbulkan kemarahan, misalnya fungsi tubuh yang terganggu sehingga harus masuk ke rumah sakit, kontrol diri yang diambil alih oleh orang lain, menderita sakit, peran yang tidak dapat dilakukan karena dirawat di rumah sakit, pelayanan perawat yang terdapat dan banyak hal lain yang dapat meningkatkan emosi klien.

ETIOLOGI
1.      Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari:
a.       Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
b.      Lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
c.       Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
2.      FaktorPredisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
a.       Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan.
b.      Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c.       Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
d.      Bioneurolgis, banyak pendapat bahwa kerusakan lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
 
MANIFESTASI KLINIS
1.      Muka merah
2.      Tegang
3.      Pandangan Tajam
4.      Bicara kasar
5.      Suara tinggi
6.      Melempar barang
7.      Agresif

RENTANG RESPON MARAH
1.      Assertion  adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
2.      Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain. selanjutnya individu merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif.
3.      Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.
4.      Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak konstruktif dan masih terkontrol. Prilaku yang tampak dapat berupa: muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
5.      Ngamuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kouat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak dirir sendiri orang lain  dan lingkungan.

 PROSES MARAH
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat dapat diungkapkan melalui 3  cara, yaitu:
1.      Mengungkapkan secara verbal
2.      Menekan
3.      Menantang





1.       
II.     KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Pada dasarnya pengkajian pada klien marah ditujukan pada semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural-spiritual.
1.      Aspek Biologi
Aspek fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, takhikardi, wajah merah, pupil melebar, dan frekuensi pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatkan kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan reflek cepat. Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
2.      Aspek Emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin berkelahi, ngamuk, bermusuhan, sakit hati, menyalahgunakan dan menuntut. Perilaku menarik perhatian, dan timbulnya konflik pada diri sendiri perlu dikaji seperti melarikan diri, bolos dari sekolah, mencuri, menimbulkan kebakaran dan penyimpangan seksual.
3.      Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman kehidupan individu didapatkan melalui proses intelektual. Peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi pada lingkungan yang selanjutnya diolah dengan proses intelektual sebagai suatu pengalaman.
4.      Aspek sosial
Meliputi interaksi social, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan dari orang lain dan menimbulkan penolakan dari orang lain. Sebagian klien menyalurkan kemarahan dengan nilai dan mengkritik tingkah laku orang lain, sehingga orang lain merasa sakit hati. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri menjauhkan diri dari orang lain.
5.      Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai, dan moral memengaruhi ungkapan marah individu. Aspek tersebut memengaruhi hubungan individu dengan lingkungan   hal ini bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dapat di manifestasikan dengan moral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan dan bimbingan kepadaNya.

DIAGNOSA
Beberapa kemungkinan diagnosis keperawatan:
1.      Resiko tinggi kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi pendengaran yang ditandai dengan pasien mengatakan sering dibisiki orang saat menyendiri ditengah malam. Klien nampak tidak tenang sering cemas dan ketakutan, ekspresi wajah tampak tegang dan marah.
2.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan aktivitas intolerans yang ditandai dengan klien mengatakan jarang mandi, gigi tidak pernah disikat, dan malas untuk mandi dan perawatan diri.
3.      Kesulitan mengungkapkan kemarahan tanpa menyakiti orang lain, berhubungan dengan tidak mengetahui cara ungkapan yang dapat diterima, dimanifestasikan dengan marah disertai suara keras pada orang sekitar.
4.      Gangguan komunikasi berhubungan dengan perasaan  marah terhadap dan pelayanan yang diterimanya yang dimanifestasikan dengan menghina atau menyalahkan perawat, seperti, “anda seharusnya disini sejak satu jam yang lalu”.
5.      Penyesuaian yang tidak efektif berhubungan dengan tidak mampu mengkonfrontasikan kemarahan, dimanifestasikan dengan mengucapkan kata-kata kasar berlebihan.
6.      Penyesuaian yang tidak efektif berhubungan dengan penolakan rasa marah yang dimanifestasikan dengan kata-kata “saya tidak pernah marah”.
7.      Mempunyai potensi untuk mengamuk pada orang lain berhubungan dengan keinginan yang bertolak belakang dengan perawatan rumah sakit, dimanifestasikan dengan menolak mengikuti peraturan rumah sakit dan ingin memukul orang lain.
8.      Mempunyai potensi untuk mengamuk pada orang lain yang berhubungan dengan fungsi control otak yang terganggu akibat adanya gangguan neurologis otak dimanifestasikan dengan bingung dan hipersensitif terhadap rangsangan interpersonal.
9.      Kekuatan marah yang berkepanjangan berhubungan dengan diagnosa baru, situasi baru dan informasi yang kurang.

INTERVENSI
1)      Untuk  diagnosa I. Tujuan jangka panjang yaitu; klien tidak akan melakukan kekerasan terhadap diri sendiri atau terhindar dari kekerasan, dan tujuan jangka pendek yaitu: setelah 3-4 hari perawatan  pasien dapat mengendalikan halusinasinya, dengan criteria evaluasi; klien tidak lagi mengeluh mendengar bisikan orang, klien nampak tenang dan tidak ketakutan.
Rencana intervensi dan rasional yang dapat ditegakan:
1)      Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
Rasional: Agar pasien dapat mengungkapkan dan menceritakan segala masalah yang dihadapi  dengan terbuka tanpa rasa takut.
2)      Kaji secara komprehensif terhadap adanya tanda-tanda dan gejala-gejala  kekerasan  dan penyebab dari masalah tersebut.
Rasional: Agar dapat memberikan data yang akurat tentang masalah yang timbul.
3)      Bantu klien untuk memecahakan masalahnya sehingga  pasien dapat mengenal dan mengendalikan halusiansinya.
Rasional: Dengan memberikan bantuan dan support maka  akan memudahkan pasien dalam memecahkan masalahnya.
4)      Anjurkan klien untuk memilih dan menentukan cara yang tepat untuk menyalurkan emosi yang digunakan.
Rasional: Memberikan kebebasan kepada klien untuk memilih alternatif pemecahan masalah dapat meningkatakan harga diri pasien dan memandirikan pasien.
5)      Berikan terapi  somatic.
Rasional: Mempercepat proses penyembuhan dan melaksanakan fungsi interdependent.
2)      Untuk diagnosa II: Perencanaan meliputi: Tujuan jangka panjang, klien akan  meningkatakan kebersihan diri sedangakan tujuan jangka pendek, selama 3-4 hari perawatan klien akan menunjukan dan meningkatkan kebersihan diri  yaitu; mandi 2 x sehari, gigi tampak bersih dan rambut tertata rapi.
Intervensi dan rasional yang dapat ditegakan adalah;
1)      Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
Rasional: Agar pasien dapat terbuka dalam mengungkapakn segala masalah
2)      Berikan dorongan dan motivasi untuk klien untuk meningkatkan kebersihan
Rasional: Meningkatkan keinginan klien untuk merawat diri
3)      Anjurkan klien untuk mandi dan sikat gigi 2 x sehari.
Rasional: Untuk meningkatkan kebersihan diri.
4)      Berikan terapi somatic.
Rasional: Untuk mempercepat proses penyembuhan dan fungsi interdependent.



PENUTUP
A.    KESIMPULAN
a.       Proses marah
Kemarahan diawali dengan adanya stressor yang berasal dari internal ataupun eksternal. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada system individu (Distrupsion & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal meaning).

B.     SARAN
Saran
Untuk pasien:
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1.      Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
2.      Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain
3.      Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan maupun diluar ruangan.
4.      Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5.      Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit

Untuk perawat :
1.      Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman marah masa lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2.      Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga untuk dapat pemecehan masalahya.
3.      Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang konstruktif.
4.      Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain yang membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5.      Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.
Untuk di Rumah Sakit :
1.      Dapat memperthankan keperawatan yang komprehensif yang telah dilakukan selama ini.
2.      Pertahankan kerjasama dalam keperawatan kepada pasien, dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan disetiap sub keperawatan.
Untuk mahasiswa :
1.      Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus kelompok agar dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2.      Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya dalam bidang keperawatan jiwa.



DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Kelliat. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, B.A. 1999. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial, Menarik diri. Jakarta: FKUI
Keliat, B.A. 1999. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Stuart GW, Sunden. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Maramis, WF. 1998. Proses keperawatan Kesehatan jiwa, (Terjemahan). Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar