I. KONSEP DASAR PENYAKIT
DEFINISI
Marah
adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman (Stuart Sundeen,1995)
Kemarahan
(anger) adalah suatu emosi yang terentang mulai dari iritabilitas sampai
agretivitas yang dialami oleh semua orang. Biasanya, kemarahan adalah reaksi
terhadap stimulus yang tidak menyenangkan
atau mengancam (Widya Kusuma,
199; 2423)
Pengungkapan
kemarahan yang langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan
individu dan membantu orang lain untuk dapat mengerti pearasaan yang
sebenarnya. Namun demikian,
faktor budaya perlu dipertimbangkan sehingga keuntungan kedua belah pihak dapat
tercapai.
Kemarahan yang
ditekan atau puira-pura tidak marah akan mempersulit klien sendiri dan mengganggu
hubungan interpersonal. Banyak situasi kehidupan yang menimbulkan kemarahan, misalnya fungsi
tubuh yang terganggu sehingga harus masuk
ke rumah sakit,
kontrol diri yang diambil alih oleh orang lain, menderita sakit, peran yang tidak dapat dilakukan
karena dirawat di
rumah sakit,
pelayanan perawat yang terdapat dan banyak hal lain yang dapat meningkatkan emosi klien.
ETIOLOGI
1.
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber
dari:
a. Kondisi klien
seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan,
percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
b. Lingkungan yang ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
c. Interaksi sosial yang provokatif dan
konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
2. FaktorPredisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap
orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor
berikut dialami oleh individu:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami
dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa
kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau
saksi penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang
diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah
atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan
membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima (permisive).
d. Bioneurolgis, banyak pendapat bahwa
kerusakan lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
MANIFESTASI
KLINIS
1. Muka merah
2. Tegang
3. Pandangan Tajam
4. Bicara kasar
5. Suara tinggi
6. Melempar barang
7.
Agresif
RENTANG
RESPON MARAH
1. Assertion adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang
dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi
kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
2. Frustasi adalah
respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis
atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan
alternatif lain. selanjutnya individu merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan
dan terlihat pasif.
3. Pasif adalah
individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu, pendiam,
sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.
4. Agresif adalah
perilaku yang
menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak konstruktif dan masih
terkontrol. Prilaku yang tampak dapat berupa: muka masam, bicara kasar,
menuntut, kasar disertai kekerasan.
5. Ngamuk adalah
perasaan marah dan bermusuhan kouat disertai kehilangan kontrol diri. Individu
dapat merusak dirir sendiri orang lain
dan lingkungan.
PROSES
MARAH
Stress,
cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh
setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan
tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Respon
terhadap marah dapat dapat diungkapkan melalui 3 cara, yaitu:
1. Mengungkapkan
secara verbal
2. Menekan
3. Menantang
1.
II.
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Pada
dasarnya pengkajian pada klien marah ditujukan pada semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural-spiritual.
1.
Aspek
Biologi
Aspek
fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, takhikardi, wajah merah, pupil
melebar, dan frekuensi pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan
kecemasan seperti meningkatkan kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan reflek cepat. Hal ini disebabkan
energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
2.
Aspek
Emosional
Individu
yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,
dendam, ingin berkelahi, ngamuk, bermusuhan, sakit hati, menyalahgunakan dan
menuntut. Perilaku menarik perhatian, dan timbulnya konflik pada diri sendiri
perlu dikaji seperti melarikan diri, bolos dari sekolah, mencuri, menimbulkan
kebakaran dan penyimpangan seksual.
3.
Aspek
intelektual
Sebagian
besar pengalaman kehidupan individu didapatkan melalui proses intelektual.
Peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi pada lingkungan yang
selanjutnya diolah dengan proses intelektual sebagai suatu pengalaman.
4.
Aspek
sosial
Meliputi
interaksi social, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan dari orang lain dan menimbulkan penolakan dari orang
lain. Sebagian klien menyalurkan kemarahan dengan nilai dan mengkritik tingkah
laku orang lain, sehingga orang lain merasa sakit hati. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri menjauhkan diri dari orang lain.
5.
Aspek
spiritual
Kepercayaan,
nilai, dan moral memengaruhi ungkapan marah individu. Aspek tersebut
memengaruhi hubungan individu dengan lingkungan hal ini bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dapat di manifestasikan dengan moral
dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada tuhan Yang Maha Esa,
selalu meminta kebutuhan dan bimbingan kepadaNya.
DIAGNOSA
Beberapa
kemungkinan diagnosis keperawatan:
1.
Resiko
tinggi kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi
pendengaran yang ditandai dengan pasien mengatakan sering dibisiki orang saat
menyendiri ditengah malam. Klien nampak tidak tenang sering cemas dan
ketakutan, ekspresi wajah tampak tegang dan marah.
2.
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan aktivitas intolerans yang ditandai dengan
klien mengatakan jarang mandi, gigi tidak pernah disikat, dan malas untuk mandi
dan perawatan diri.
3.
Kesulitan
mengungkapkan kemarahan tanpa menyakiti orang lain, berhubungan dengan tidak
mengetahui cara ungkapan yang dapat diterima, dimanifestasikan dengan marah
disertai suara keras pada orang sekitar.
4.
Gangguan
komunikasi berhubungan dengan perasaan
marah terhadap dan pelayanan yang diterimanya yang dimanifestasikan
dengan menghina atau menyalahkan perawat, seperti, “anda seharusnya disini
sejak satu jam yang lalu”.
5.
Penyesuaian
yang tidak efektif berhubungan dengan tidak mampu mengkonfrontasikan kemarahan,
dimanifestasikan dengan mengucapkan kata-kata kasar berlebihan.
6.
Penyesuaian
yang tidak efektif berhubungan dengan penolakan rasa marah yang
dimanifestasikan dengan kata-kata “saya tidak pernah marah”.
7.
Mempunyai
potensi untuk mengamuk pada orang lain berhubungan dengan keinginan yang
bertolak belakang dengan perawatan rumah sakit, dimanifestasikan dengan menolak
mengikuti peraturan rumah sakit dan ingin memukul orang lain.
8.
Mempunyai
potensi untuk mengamuk pada orang lain yang berhubungan dengan fungsi control
otak yang terganggu akibat adanya gangguan neurologis otak dimanifestasikan
dengan bingung dan hipersensitif terhadap rangsangan interpersonal.
9.
Kekuatan
marah yang berkepanjangan berhubungan dengan diagnosa baru, situasi baru dan
informasi yang kurang.
INTERVENSI
1) Untuk diagnosa I. Tujuan jangka panjang yaitu; klien
tidak akan melakukan kekerasan terhadap diri sendiri atau terhindar dari
kekerasan, dan tujuan jangka pendek yaitu: setelah 3-4 hari perawatan pasien dapat mengendalikan halusinasinya,
dengan criteria evaluasi; klien tidak lagi mengeluh mendengar bisikan orang,
klien nampak tenang dan tidak ketakutan.
Rencana
intervensi dan rasional yang dapat ditegakan:
1) Bina
hubungan saling percaya dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
Rasional: Agar pasien
dapat mengungkapkan dan menceritakan segala masalah yang dihadapi dengan terbuka tanpa rasa takut.
2) Kaji
secara komprehensif terhadap adanya tanda-tanda dan gejala-gejala kekerasan
dan penyebab dari masalah tersebut.
Rasional: Agar dapat
memberikan data yang akurat tentang masalah yang timbul.
3) Bantu
klien untuk memecahakan masalahnya sehingga
pasien dapat mengenal dan mengendalikan halusiansinya.
Rasional: Dengan
memberikan bantuan dan support maka akan
memudahkan pasien dalam memecahkan masalahnya.
4) Anjurkan
klien untuk memilih dan menentukan cara yang tepat untuk menyalurkan emosi yang
digunakan.
Rasional: Memberikan
kebebasan kepada klien untuk memilih alternatif pemecahan masalah dapat
meningkatakan harga diri pasien dan memandirikan pasien.
5) Berikan
terapi somatic.
Rasional: Mempercepat
proses penyembuhan dan melaksanakan fungsi interdependent.
2) Untuk
diagnosa II: Perencanaan meliputi: Tujuan jangka panjang, klien akan meningkatakan kebersihan diri sedangakan
tujuan jangka pendek, selama 3-4 hari perawatan klien akan menunjukan dan meningkatkan
kebersihan diri yaitu; mandi 2 x sehari,
gigi tampak bersih dan rambut tertata rapi.
Intervensi
dan rasional yang dapat ditegakan adalah;
1) Bina
hubungan saling percaya dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
Rasional: Agar pasien
dapat terbuka dalam mengungkapakn segala masalah
2) Berikan
dorongan dan motivasi untuk klien untuk meningkatkan kebersihan
Rasional: Meningkatkan
keinginan klien untuk merawat diri
3) Anjurkan
klien untuk mandi dan sikat gigi 2 x sehari.
Rasional: Untuk
meningkatkan kebersihan diri.
4) Berikan
terapi somatic.
Rasional: Untuk mempercepat proses
penyembuhan dan fungsi interdependent.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
a. Proses
marah
Kemarahan
diawali dengan adanya stressor yang berasal dari internal ataupun eksternal.
Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada system individu
(Distrupsion & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang individu
memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal
meaning).
B. SARAN
Saran
Untuk
pasien:
Usulan penulis pada
klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1. Hindarkan
hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang keinginan
yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
2. Ekspresikan
marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa
menyakiti orang lain
3. Anjurkan
klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan
maupun diluar ruangan.
4. Anjurkan
klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5. Anjurkan
klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit
Untuk
perawat :
1. Perawat
perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman marah masa
lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2. Perawat
perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada
klien untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga
untuk dapat pemecehan masalahya.
3. Perawat
perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang
konstruktif.
4. Melakukan
aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain
yang membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5. Mengikutsertakan
klien dalam terapi aktivitas kelompok.
Untuk di Rumah Sakit :
1. Dapat
memperthankan keperawatan yang komprehensif yang telah dilakukan selama ini.
2. Pertahankan
kerjasama dalam keperawatan kepada pasien, dapat meningkatkan mutu pelayanan
asuhan keperawatan disetiap sub keperawatan.
Untuk mahasiswa :
1. Tingkatkan
semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus kelompok agar dapat
memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2. Mempersiapkan
diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya dalam bidang
keperawatan jiwa.
DAFTAR
PUSTAKA
Budi Anna Kelliat. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: EGC
Keliat, B.A. 1999. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial,
Menarik diri. Jakarta: FKUI
Keliat, B.A. 1999. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Stuart GW, Sunden. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Maramis, WF. 1998. Proses keperawatan Kesehatan jiwa, (Terjemahan).
Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar